Hari Susu Sedunia selalu diperingati setiap tanggal 1 Juni. Hari itu juga penting bagi Indonesia. Setidaknya, untuk meningkatkan kesadaran bahwa kita berada dalam situasi darurat. Darurat susu nasional, produksi susu di Indonesia dalam lima tahun terakhir rata-rata 847.090 ton per tahun.
Dilihat dari trendnya, produksi susu mengalami penurunan rata-rata 1,03 persen per tahun selama periode 2012-2016. Padahal, kebutuhan atau konsumsi susu terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, peningkatan tingkat pendidikan, kesadaran gizi, dan perubahan gaya hidup.
Konsumsi susu Indonesia yang mencapai 11,8 liter per kapita per tahun memang terbilang rendah. Bandingkan dengan beberapa negara tetangganya, yakni Malaysia 36,2 liter per kapita per tahun, Myanmar 26,7 liter per kapita per tahun, Thailand 22,2 liter per kapita per tahun, dan Filipina 17,8 liter per kapita per tahun.
Namun, kebutuhan konsumsi nasional sebesar 3,8 juta ton per tahun masih jauh dari jangkauan produksi dalam negeri. Ketersediaan susu, seperti pada data neraca bahan makanan Kementerian Pertanian tahun 1990 hingga 2016 menunjukkan tren yang linier yaitu impor susu terus meningkat, sedangkan produksi susu dalam negeri cenderung terus menurun.
Perbandingannya semakin timpang. Pada tahun 1990 produksi susu dari peternak sapi perah lokal menyumbang 48,71 persen dari kebutuhan, sedangkan susu impor menyumbang 51,29 persen. Namun, pada 2015 persentasenya berubah menjadi 18,69 persen (lokal) dibandingkan 81,31 persen (impor).
Angka pertumbuhan konsumsi dan produksi, berdasarkan data beberapa tahun terakhir yang disajikan dalam Milk Outlook 2016, memberikan sinyal “peringatan” untuk defisit susu semakin besar. Pasalnya, produksi susu sapi dalam negeri hanya tumbuh 3 persen per tahun. Faktanya, permintaan tumbuh lebih dari 4 persen per tahun.
Tanpa usaha yang lebih keras, produksi susu dalam negeri akan semakin sulit memenuhi permintaan. Defisit akan berulang setiap tahun dengan jumlah yang terus meningkat. Dengan asumsi pertumbuhan produksi dan konsumsi yang sama, Indonesia diperkirakan defisit susu 71.000-103.000 ton per tahun hingga 2020. Impor menguras devisa negara.
Dalam kurun waktu 1996-2015, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume impor susu tumbuh sebesar 2,62 persen dan nilainya tumbuh 1,91 persen per tahun. Impor tahun 2015 mencapai 368.884 ton dengan nilai RP 13 Juta triliun. Jika mengacu pada nilai tukar saat ini, nilai impornya lebih dari Rp 12 triliun.
Kondisi ini diperparah dengan peternakan sapi perah di sejumlah sentra susu yang kritis karena populasi sapi perah yang terus menurun. Petani berhak atas perlindungan dan bimbingan. Diharapkan produk susu nasional bisa bangkit dan menyingkirkan produk susu impor.
Persoalan penting lainnya menyangkut koperasi susu di mana proses pembentukan koperasi bersifat top-down dan intervensi pemerintah relatif besar dalam mengatur organisasinya. Pembentukan anggota koperasi tidak didasarkan pada akumulasi modal anggota tetapi berupa pemberian kredit ternak dalam rangka kemitraan dengan bantuan modal dari pemerintah
Status anggota koperasi hanya berfungsi saat menjual susu segar dan pembayaran biaya wajib dan pokok. Koperasi sebagai lembaga ekonomi dalam menjalankan pengelolaannya tanpa pengawasan yang ketat oleh anggotanya, sebaliknya koperasi cenderung memiliki kekuasaan untuk mengatur anggotanya.
Itulah beberapa masalah produksi susu di Indonesia. Untuk meningkatkan pangsa pasar susu yang diproduksi oleh peternak lokal, masalah ini perlu diatasi. Dengan meningkatkan produksi dan konsumsi susu nasional maka akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.
Melalui momen 1 Juni 2021 ini merupakan langkah awal untuk memperbaiki kondisi persusuan Indonesia dengan melakukan kegiatan aksi, kampanye gizi, seminar nasional, audiensi, bakti sosial, pengabdian masyarakat, dan lain sebagainya. Demikian ulasan tentang Sejarah Hari Susu Sedunia 1 Juni semoga bermanfaat.
Leave a Reply